Morowali Terkenal, Kita Harus Bangga
Alhamdulillah daerah yang dulunya jarang diekspos oleh media kini memperoleh posisi berita terkini baik media cetak, siaran tv dan lebil lagi media online (internet). Sebagai putera daerah tentunya kita sangat kagum karena tempat kelahiran kita akhirnya dapat dikenal dijajaran nusantara bahkan global. Betapa tidak negeriku yang cukup kaya akan kandungan mineralnya sebagai satu-satunya kabupaten pengahasil minyak bumi, nikel, chromit, batugamping dan lainnya di pulau Sulawesi sudah pantas terkenal seperti halnya daerah pertambangan di Indonesia yang kaya, yaitu; Sumatera (Aceh) penghasil minyak bumi, Kalimantan Timur sebagai penghasil minyak bumi dan gas, serta papua sebagai penghasil tambang emas terbesar di dunia (Freeport).
Morowali Berdarah, Siapa Yang Salah? Pengayom Berpihak Kemana?
Namun yang membuat media mengarahkan perhatiannya terhadap daerah morowali yang kaya ini Karena terjadinya satu peristiwa bersejarah yang sangat mengejutkan public tepatnya pada hari senin, 22 Agustus 2011 bertepatan pada bulan suci ramadhan 1432 hijriah yang menewaskan 2 orang warga (salah satu diantaranya adalah mahasiswa semester 3 yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo) serta 6 orang lainnya luka tembak oleh tindakan represif aparat kepolisian satuan brimob dibawah intruksi perwira kepolisian Kapolda Sulawesi Tengah.
Menurut beliau dalam pernyataannya dimedia cetak bahwa penembakan tersebut sudah berdasarkan prosedur tetap, namun pada kenyataannya penembakan dilakukan disaat pendemo dalam perjalanan pulang dan sudah ada kesepakatan damai dari pengunjuk rasa dengan kepolisian bahwa tidak akan menembak “aman”. Akan tetapi kesempakatan tersebut diingkari oleh aparat yang dengan sengaja menghamburkan peluru ketubuh warga yang tidak berdaya. Memang benar perkataan dari seorang Koordinator Kontras “Usman Hamid” yang menyatakan bahwa pajak perusahaan itu dialokasikan untuk dana keamanan untuk mengamankan perusahaan (seperti halnya PT. Freeport yang pernah memberikan uang tunai kepada seorang jenderal pada tahun 2005 sebesar 400.000 Dolar Amerika Serikat atau senilai Rp. 3.400.000.000,-). Jadi sangat jelas bahwa dengan semboyan pengamanan mereka aparat kepolisian tanpa berfikir panjang dengan tega menghilangkan nyawa masyarakat yang tak berdaya. Jangankan manusia, binatang saja perlu dikasihani apalagi bertepatan pada bulan suci ramadhan. Padahal masyarkat setempat semeta-mata menuntut hak mereka yang sudah berapa tahun silam tidak dipenuhi oleh perusahaan (PT. Medco). Kalaupun pengunjuk rasa berbuat anarkis itu ada proses hukum yang harus ditempuh siapa yang bersalah? Apalagi kepolisian adalah lembaga penegak hukum. Bukan malah main hakim sendiri dengan sengaja menembaki tubuh warga, karena sama sekali itu perbuatan yang dilaknat, keji dan tidak manusiawi. Dari kasus ini kita dapat menyimpulkan bahwa kepolisian yang diklaim sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, ternyata lebih berpihak kepada perusahaan, padahal mereka cukup mengamankan saja.
Penembakan Harus Diadili Sesuai Hukum, Agar Tidak Terulang Lagi
Sebenarnya ini merupakan pelajaran besar bagi kita Masyarakat Morowali, Sulteng dan khususnya Pemuda dan Mahasiswa yang memiliki peran penting untuk melakukan kontrol dan perubahan terhadap tindakan lembaga pengayom, pelindung dan melayani masyarakat yang sudah jelas-jelas menindas serta menganiyaya rakyatnya sendiri tanpa harus melewati prosedur hukum yang tepat untuk mengadili sesuai dengan system peraturan yang berlaku. Dan tentunya tindakan yang tak manusiawi tersebut harus segera diadili setuntasnya agar aparat kepolisian dan Perwira Kapolda Sulteng dapat dicopot dari jabatannya serta dijerat hukum pidana sehingga kejadian itu tidak terulang lagi di Sulawesi tengah pada khususnya kerena terdapat banyak perusahaan yang memungkinkan kasus yang sama akan terjadi. Bagaimana public juga menyaksikan penembakan yang sering terjadi di daerah pertambangan seperti yang terjadi di Timika, Papua (PT. Freeport) dan juga daerah pertambangan lainnya.
Kewajiban Pertambangan Harus Sesuai Peraturan
Tidak lepas pula kita sama-sama mengkaji keberadaan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Morowali melewati izin dan wewenang pemerintah daerah dan DPRD Morowali. Sehingganya perusahaan yang dapat merugikan rakyat setempat tidak harus seenaknya pemda dan DPRD memberikan leluasa operasional pertambangan.
Seperti halnya PT. Medco yang dikatakan oleh pemda tidak mengeluarkan dana bagi hasil sejak tahun 2007-sekarang serta pengakuan masyarakat setempat (Bungku Utara-Mamosolato) yang sama sekali belum merasakan dana comdev (pemberdayaan masyarakat) yang ideal sesuai dengan kewajiban perusahaan dalam “Keputusan Menteri Energy Dan Sumber Daya Mineral Nomor 2821 K/80/MEM/2007 Tentang Penetapan Daerah Penghasil Dan Dasar Perhitungan Bagian Daerah Penghasil Pertambangan Umum, Minyak Bumi Dan Gas Bumi Untuk Tahun 2008” dan “Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007 Tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Bumi Tahun 2008” yang dengan jelas menetapkan bahwa Sulawesi Tengah mendapatkan total dana bagi hasil sebesar Rp. 32.150.167.000,- dengan hitungan bagian provinsi Rp. 6.430.034.000,- dan Sembilan Kabupaten di Sulteng masing-masing 1.425.896.000,- serta Kabupaten Morowali senilai Rp. 12.850.059.000,- (sebagai daerah penghasil minyak bumi).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007 Memutuskan ketetapan pada pasal 3 yaitu :
1) Penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan secara triwulanan.
2) Penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi triwulan I dan triwulan II masing-masing dilaksanakan sebesar 20% dari perkiraan alokasi sebagaimana ditetapkan peraturan menteri keuangan.
Berdasarkan keterangan diatas, kita dapat menarik benang merah bahwa PT. Medco sebagai tambang minyak bumi dan gas benar-benar telah melanggar aturan yang jelas merugikan rakyat di wilayah tempat pertambangan dan pantas diberikan sangsi hukum secara tegas baik sangsi perdata, sangsi administrative dan pencabutan izin operasional melalui kerjasama pemerintah daerah dan DPRD ke BPMIGAS dan pemerintah pusat.
Dengan terjadinya peristiwa penembakan di tiaka yang diawali dengan unjuk rasa masyarakat setempat karena menuntut kewajiban perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya dan juga pemerintah daerah yang menyatakan tidak mendapatkan alokasi dana bagi hasil oleh PT. Medco Group maka tidak ada lagi alasan untuk memberikan leluasa kepada perusahaan untuk beroperasi di kawasan Morowali karena menjaga kemarahan warga setempat semakin menjadi-jadi apalagi sudah ada yang korban. Mungkin saja PT. Medco masih diberikan kesempatan terakhir akan tetapi perusahaan harus bertanggungjawab atau membayar mahal atas pelanggaran yang dilakukan selama beroperasi di kawasan tersebut . Dengan benar-benar menyalurkan dana comdev dan bagi hasil secara optimal sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Mentei ESDM serta berita acara yang disepakati secara bersama antara Bupati Morowali “Bapak Drs. Anwar Hafid” dengan Perwakilan pengunjuk rasa “Korlap Aksi : Nurwali Sondeng” pada saat aksi solidaritas menuntut PT. Medco di Bungku Tengah tanggal 8/10/2011.
Pemda dan DPRD Morowali Harus Bertindak Tegas dan Bijak
Tentunya kita sebagai masyarakat setempat sama-sama menginginkan pemerintah daerah dan DPRD Morowali harus serius memperhatikan permasalahan pertambangan yang terjadi di bumi tepe asa moroso bukan nanti terjadi masalah besar lantas bergerak, karena 2 lembaga eksekutif dan legilslatif ini sangat memiliki wewenang dan peran penting mengawasi keberadaan pertambangan bukan malah memperumit keadaan seperti menutupi keburukan perusahaan atau malah membiarkan perusahaan menyensarahkan rakyat misalkan kasus yang terjadi di Bungku Utara yaitu pencairan dana community development sekitar seminggu setelah penembakan di tiaka.
Dana yang nilainya Rp. 250.000.000,-/tahun dengan masing-masing 1 KK mendapat Rp. 100.000,- yang pastinya sangat minim dan merugikan rakyat itu cair ketika adanya warga yang jatuh korban dan sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007. Ironisnya, seorang pimpinan legislative (Ketua DPRD) malah menjadikan dasar pencairan dana 250juta itu sebagai pembanding terhadap pengunjuk rasa dari perwakilan pemuda Bungku Utara (Forum Aspirasi Masyarakat Bungku Utara “FAMBUT”) yang mendesak Pemda dan DPRD agar menghentikan operasi Perusahaan minyak bumi tersebut. Beliau menyatakan masyarakat setempat aman-aman saja dan tidak mungkin akan menutup tiaka karena sudah dilakukan pencairan dana, padahal nyatanya pencairan dana tersebut tidak disetujui oleh mayoritas masyarakat Bungku Utara yang harus melalui musyawarah sebelumnya utamanya aliansi pemuda dan mahasiswa yang terus melakukan pengkajian dan mencari solusi tepat atas permasalahan tersebut. Belum lagi masyarakat yang menjadi korban tiaka berdarah tersebut (Desa Kolo Bawa-Mamosolato) masih dalam kondisi yang tidak stabil atau dalam keadaan berduka. Sehingganya pemerintah daerah dan DPRD Morowali harus bijak dan tegas menyikapi kasus pertambangan tersebut, karena ini merupakan permasalahan yang serius. Bukan malah sibuk dengan kepentingannya sendiri apalagi Morowali adalah kawasan tempat beroperasinya beberapa perusahaan tambang yang sudah sekitar 10 perusahaan pertambangan besar. Jangan sampai tragedy berdarah yang terjadi di PT. Medco akan terulang lagi.
Pemimpin Harus Loyal Terhadap Kepentingan Rakyat
Penguasa negeri ini harus loyal terhadap kepentingan rakyatnya bukan malah royal terhadap kepentingan sendiri karena pemimpin dipilih oleh rakyat sebagai wakil rakyat untuk menjalankan tugas yang bertanggungjawab, jujur dan amanah terhadap rakyat. Kerana pada dasarnya urusan sumber daya alam (kekayaan bumi) Sebagai sumber hukum tertinggi dari pengusahaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pokok pikiran tersebut selanjutnya dituangkan dalam Pasal 1 UU 11/1967, yang menyatakan bahwa : “Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Pertambangan Perpektif Kapitalisme Vs Islam
Dalam bidang perminyakan, pada zaman orde baru hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing yang merupakan perusahaan multinasional seperti Exxon (melalui Caltex), atlantik Richfield (melalui Arco Indonesia), dan mobil oil. Selebihnya adalah pertamina, baru kemudian muncul belakangan para pengusaha swasta nasional seperti arifin panigoro dengan Medco-nya, Tommy Suharto dengan Humpuss-nya, Ibrahim Risjad, Srikandi Hakim dan Astra Internasional.
Pada masa pemerintahan SBY, kondisinya semakin liberal lagi. Jika pada masa-masa sebelumnya pertamina senantiasa memegang monopoli distribusi minyak di dalam negeri, maka mulai November 2005 pemerintah SBY berencana membuka keran investasi hilir dibidang migas kepada investor swasta dalam negeri maupun asing.
Bila dikaji dalam perpektif agama yakni “Islam” sebagai agama yang mampu mengatasi seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan politik, pemerintahan, ekonomi (yakni pengolahan SDA ; Pertambangan), sosial dan budaya itu harus benar-benar dikaji berdasarkan system peraturan dalam islam secara totalitas. Dalam pandangan islam tidak diperbolehkan menguasai kekayaan alam yang berputar pada individu oleh kaum pemodal (kapitalisasi) apalagi liberalisasi sumber daya alam yang pada implementasinya harus dikelolah oleh Negara (pemerintah) sebagai kepemilikan umum, kemudian disalurkan untuk kesejahteraan rakyat. Itulah yang dicontohkan oleh pemimpin yang agung Rasulullah saw. Sebagai kepala Negara dan juga kepala pemerintahan yang pada saat berpusat di madinah. “Pada saat itu Rasulullah saw. Dengan tegas melarang tambang garam skala raksasa.” Karena islam sangat menjaga masalah pemerataan ekonomi sebagaimana Firman Allah SWT : “Agar harta tidak hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kalian.” (QS. Al- Hasyr : 7)
Menurut Ulama Besar Syaikh Taqiyuddin an-Nabbani (al Quds, 2002) harta kepemilikan umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya besar dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu.
Maka dari itu, masyarakat harus jelih melihat kasus pertambangan yang ada seperti yang dilansir oleh Indonesia Corupption Watch (ICW) bahwa kemungkinan ada agenda pengumpulan dana dalam rangka pemilu 2009. Dan Koordinator Bidang Info Publik ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan privatisasi BUMN merupakan sumber dana politik. Ini pula terjadi pada masa pemerintahan Bupati Morowali Andi Muhammad yang diduga penyalahgunaan dana infrastruktur dari PT. Medco. Dan bukan tidak mungkin kasus tersebut akan terulang lagi di kawasan yang terdapat berbagai tambang besar ini.
Kewajiban penguasa untuk mengatur urusan rakyat disabdakan oleh Nabi Muhammad saw :
“Seorang imam (khalifah/pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan salah satu hadits “ Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslim, kemudian ia meninggal, sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. al-Bukhari).