BLOG KHUSUS PEMERHATI MOROWALI

BLOG KHUSUS PUTERA MOROWALI

Kamis, 19 Januari 2012

BUNGKU UTARA MENUNGGU KOMITMEN POLITIKMOROWALI 2012-2017


Oleh : Nurwali Ismail Sondeng
Tidak terasa 2012 kini telah tiba, tahun yang tentunya dinanti-nantikan oleh seluruh Masyarakat Morowali, 5 tahun kepemimpinan pejabat teras kantor Pemkab Tepe Asa Moroso. Pastinya kita semua tau bahwa tahun ini akan dimeriakan kembali pesta demokrasi  yang akan menentukan nasib Morowali 5 tahun kedepan yakni pemilihan kepala daerah atau sering dikenal dengan “Pilkada”.
Sedikit mengulas kembali kecamatan Bungku Utara yang notebenenya adalah kawasan bagian Utara Morowali dan juga merupakan salah satu dari 6 kecamatan yang berhasil dimekarkan. Kawasan Bungku Utara merupakan kawasan pesisir dan agraris, sehingga masyarakatnya didominasi petani dan nelayan. Berbicara Bungku Utara pasti tidak asing lagi bagi masyarakat Morowali karena posisi kursi strategis di daerah diperoleh ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD. Belum lagi sosok politisi morowali yang memenangkan pilkada 2007-2012 itu mengklaim keluarganya ada di kampung bumi wana ini yang diutarakan pada saat kampanye 2007 di tengah komunitas rakyat bumi wana “Bungku Utara” atau “Suku Ta”.
Sehingganya alhamdulillah beliau berhasil mendapatkan suara terbanyak pada saat itu karena dengan adanya komitmen pembangunan yang tentunya sangat menjanjikan kecamatan yang sangat tertinggal pembangunannya tersebut. Sampai hari ini Bungku Utara yang merupakan kecamatan tertua di morowali yang memiliki 24 desa kini tinggal menyimpan harapan semata dan hanya menjadi penonton kemajuan kecamatan lainnya seperti petasia, witaponda, bumi raya, bungku barat. Kriteria kecamatan yang seharusnya memiliki infrastruktur yang cukup seperti kecamatan lainnya, itu ternyata tidak dimiliki kecamatan tersebut. Padahal kita juga ketahui di kawasan Bungku Utara terdapat 2 perusahaan yakni PT. JOB Pertamina Medco & Tomori Sulawesi (Pengoboran minyak milik Arifin Penigoro, Pertamina “BUMN” dan Mitsubitshi Corporation) dan PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS milik Hj. Murad).
Sebenarnya apa yang salah di kecamatan bumi wana tersebut ? Apakah sistem pemerintahan atau orang yang menjalankan sistemnya. Sedikit kita pelajari pernyataan dari Bupati Morowali bapak Drs. Anwar Hafid bahwa “Kecamatan Bungku Utara adalah kecamatan yang memiliki alokasi anggaran terbesar di Morowali”. Ini pernyataan yang sangat benar dan rasional karena ketua pembahasan anggaran “DPRD” itu adalah putera daerah Bungku Utara, apalagi diperkuat oleh wakil ketua yang juga putera Bungku Utara. Tapi ironisya, kecamatan Bungku Utara belum memiliki fasilitas yang cukup atau tidak nampak aurah kecamatan yang pada umumnya. Kalau kita amati pembangunan yang ada semua didasari atas asas kepentingan  proyek yang memperkaya para pemilik proyek (CV) bukan atas dasar komitmen pembangunan yang utuh.
Pada hakikatnya, adanya anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di Kecamatan Bungku Utara, seperti pelabuhan penyeberangan di Desa Siliti dan pelabuhan kapal barang di Baturube, tanggul di pesisir Baturube-Uewaju, jembatan penghubung dusun Mayapuria dan Malikawi di desa Baturube, renovasi lapangan bola kaki Baturube, pembukaan persawahan ratusan hektar, dan lain sebagainya, semua merupakan proyek yang dapat diperhitungkan dengan anggaran yang cukup besar dari 100an Juta Rupiah sampai Milyaran. Jadi dapat kita simpulkan bahwa rancangan pembangunan penataan kota di kecamatan bungku utara bukan menjadi program skala prioritas bagi pemerintah dan legislatif daerah seperti perbaikan jalan, pembangunan di sarana pemerintahan. Yang ada motivasi pembangunannya semata-mata mengejar proyek yang dapat menghasilkan keuntungan berlipat-lipat bukan atas asas kepentingan umum “merakyat” dan rencana pembangunan jangka panjang.
Walhasil, karena ulah dari mereka para elit pemborong menyebabkan pembangunan di kecamatan tersebut tidak mengena pada sasaran pembangunan yang ideal. Pemborosan anggaran pembangunan yang sebenarnya dapat diperuntukan secara relefan untuk memenuhi fasilitas umum seperti sarana transportasi, listrik yang memadai, air bersih, sarana roda pendukung perekonomian seperti bank atau minimalnya kantor pos, SPBU atau minimal pertamina mini “skala kecil” untuk kebutuhan bahan bakar masyarakat setempat, itu sama sekali belum diprogramkan.
Sebagai putera daerah kita dapat mengontrol, melakukan pengawasan terhadap janji-janji politik yang sebentar lagi akan digencarkan oleh calon pemimpin morowali yang akan menentukan nasib bungku utara pada khususnya 5 tahun kedepannya. Begitu pentingnya peran aktif seluruh elemen masyarakat, mulai dari kalangan pemuda, pelajar, mahasiswa, petani, nelayan, pemerintah desa dan kecamatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), agar benar dan sungguh berkomitmen untuk menjadikan bungku utara bisah maju dan sejahtera. Siapa saja calon pemimpin morowali yang akan diusung harus berani membuat kontrak politik secara tertulis untuk mengurusi permasalahan yang ada di kecamatan Bungku Utara, seperti penyelesaian konflik pertambangan, konflik lahan perkebunan sawit, pembangunan infrastruktur yang merata, meningkatkan sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan, program kesehatan yang signifikan, penegakan hukum yang adil dan lain sebagainya. []

Selasa, 17 Januari 2012

UNGKAP PT. MEDCO, MOROWALI BERDARAH

Morowali Terkenal, Kita Harus Bangga
Alhamdulillah daerah yang dulunya jarang diekspos oleh media kini memperoleh posisi berita terkini baik media cetak, siaran tv dan lebil lagi media online (internet). Sebagai putera daerah tentunya kita sangat kagum karena tempat kelahiran kita akhirnya dapat dikenal dijajaran nusantara bahkan global. Betapa tidak negeriku yang cukup kaya akan kandungan mineralnya sebagai satu-satunya kabupaten pengahasil minyak bumi, nikel, chromit, batugamping dan lainnya di pulau Sulawesi sudah pantas terkenal seperti halnya daerah pertambangan di Indonesia yang kaya, yaitu; Sumatera (Aceh) penghasil minyak bumi, Kalimantan Timur sebagai penghasil minyak bumi dan gas, serta papua sebagai penghasil tambang emas terbesar di dunia (Freeport).
Morowali Berdarah, Siapa Yang Salah? Pengayom Berpihak Kemana?
Namun yang membuat media mengarahkan perhatiannya terhadap daerah morowali yang kaya ini Karena terjadinya satu peristiwa bersejarah yang sangat mengejutkan public tepatnya pada hari senin, 22 Agustus 2011 bertepatan pada bulan suci ramadhan 1432 hijriah yang menewaskan 2 orang warga (salah satu diantaranya adalah mahasiswa semester 3 yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo) serta 6 orang lainnya luka tembak oleh tindakan represif aparat kepolisian satuan brimob dibawah intruksi perwira kepolisian Kapolda Sulawesi Tengah.
Menurut beliau dalam pernyataannya dimedia cetak bahwa penembakan tersebut sudah berdasarkan prosedur tetap, namun pada kenyataannya penembakan dilakukan disaat pendemo dalam perjalanan pulang dan sudah ada kesepakatan damai dari pengunjuk rasa dengan kepolisian bahwa tidak akan menembak “aman”. Akan tetapi kesempakatan tersebut diingkari oleh aparat yang dengan sengaja menghamburkan peluru ketubuh warga yang tidak berdaya. Memang benar perkataan dari seorang Koordinator Kontras “Usman Hamid” yang menyatakan bahwa pajak perusahaan itu dialokasikan untuk dana keamanan untuk mengamankan perusahaan (seperti halnya PT. Freeport yang pernah memberikan uang tunai kepada seorang jenderal pada tahun 2005 sebesar 400.000 Dolar Amerika Serikat atau senilai Rp. 3.400.000.000,-). Jadi sangat jelas bahwa dengan semboyan pengamanan mereka aparat kepolisian tanpa berfikir panjang dengan tega menghilangkan nyawa masyarakat yang tak berdaya. Jangankan manusia, binatang saja perlu dikasihani apalagi bertepatan pada bulan suci ramadhan. Padahal masyarkat setempat semeta-mata menuntut hak mereka yang sudah berapa tahun silam tidak dipenuhi oleh perusahaan (PT. Medco). Kalaupun pengunjuk rasa berbuat anarkis itu ada proses hukum yang harus ditempuh siapa yang bersalah? Apalagi kepolisian adalah lembaga penegak hukum. Bukan malah main hakim sendiri dengan sengaja menembaki tubuh warga, karena sama sekali itu perbuatan yang dilaknat, keji dan tidak manusiawi. Dari kasus ini kita dapat menyimpulkan bahwa kepolisian yang diklaim sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, ternyata lebih berpihak kepada  perusahaan, padahal mereka cukup mengamankan saja.
Penembakan Harus Diadili Sesuai Hukum, Agar Tidak Terulang Lagi
Sebenarnya ini merupakan pelajaran besar bagi kita Masyarakat Morowali, Sulteng dan khususnya Pemuda dan Mahasiswa yang memiliki peran penting untuk melakukan kontrol dan perubahan terhadap tindakan lembaga pengayom, pelindung dan melayani masyarakat yang sudah jelas-jelas menindas serta menganiyaya rakyatnya sendiri tanpa harus melewati prosedur hukum yang tepat untuk mengadili sesuai dengan system peraturan yang berlaku. Dan tentunya tindakan yang tak manusiawi tersebut harus segera diadili setuntasnya agar aparat kepolisian dan Perwira Kapolda Sulteng dapat dicopot dari jabatannya serta dijerat hukum pidana sehingga kejadian itu tidak terulang lagi di Sulawesi tengah pada khususnya kerena terdapat banyak perusahaan yang memungkinkan kasus yang sama akan terjadi. Bagaimana public juga menyaksikan penembakan yang sering terjadi di daerah pertambangan seperti yang terjadi di Timika, Papua (PT. Freeport) dan juga daerah pertambangan lainnya.
Kewajiban Pertambangan Harus Sesuai Peraturan
Tidak lepas pula kita sama-sama mengkaji keberadaan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Morowali melewati izin dan wewenang pemerintah daerah dan DPRD Morowali. Sehingganya perusahaan yang dapat merugikan rakyat setempat tidak harus seenaknya pemda dan DPRD memberikan leluasa operasional pertambangan.
Seperti halnya PT. Medco yang dikatakan oleh pemda tidak mengeluarkan dana bagi hasil sejak tahun 2007-sekarang serta pengakuan masyarakat setempat (Bungku Utara-Mamosolato) yang sama sekali belum merasakan dana comdev (pemberdayaan masyarakat) yang ideal sesuai dengan kewajiban perusahaan dalam “Keputusan Menteri Energy Dan Sumber Daya Mineral Nomor 2821 K/80/MEM/2007 Tentang Penetapan Daerah Penghasil Dan Dasar Perhitungan  Bagian Daerah Penghasil Pertambangan Umum, Minyak Bumi Dan Gas Bumi Untuk Tahun 2008” dan “Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007 Tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Bumi Tahun 2008” yang dengan jelas menetapkan bahwa Sulawesi Tengah mendapatkan total dana bagi hasil sebesar Rp. 32.150.167.000,-  dengan hitungan bagian provinsi Rp. 6.430.034.000,- dan Sembilan Kabupaten di Sulteng masing-masing 1.425.896.000,- serta Kabupaten Morowali senilai Rp. 12.850.059.000,- (sebagai daerah penghasil minyak bumi).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007 Memutuskan ketetapan pada pasal 3 yaitu :
1) Penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi dilaksanakan secara triwulanan.
2) Penyaluran dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi triwulan I dan triwulan II masing-masing dilaksanakan sebesar 20% dari perkiraan alokasi sebagaimana ditetapkan peraturan menteri keuangan.
Berdasarkan keterangan diatas, kita dapat menarik benang merah bahwa PT. Medco sebagai tambang minyak bumi dan gas benar-benar telah melanggar aturan yang jelas merugikan rakyat di wilayah tempat pertambangan dan pantas diberikan sangsi hukum secara tegas baik sangsi perdata, sangsi administrative dan pencabutan izin operasional melalui kerjasama pemerintah daerah dan DPRD ke BPMIGAS dan pemerintah pusat.
Dengan terjadinya peristiwa penembakan di tiaka yang diawali dengan unjuk rasa masyarakat setempat karena menuntut kewajiban perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya dan juga pemerintah daerah yang menyatakan tidak mendapatkan alokasi dana bagi hasil oleh PT. Medco Group maka tidak ada lagi alasan untuk memberikan leluasa kepada perusahaan untuk beroperasi di kawasan Morowali karena menjaga kemarahan warga setempat semakin menjadi-jadi apalagi sudah ada yang korban. Mungkin saja PT. Medco masih diberikan kesempatan terakhir akan tetapi perusahaan harus bertanggungjawab atau membayar mahal atas pelanggaran yang dilakukan selama beroperasi di kawasan tersebut . Dengan benar-benar menyalurkan dana comdev dan bagi hasil secara optimal sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Mentei ESDM serta berita acara yang disepakati secara bersama antara Bupati Morowali “Bapak Drs. Anwar Hafid” dengan Perwakilan pengunjuk rasa “Korlap Aksi : Nurwali Sondeng” pada saat aksi solidaritas menuntut PT. Medco di Bungku Tengah tanggal 8/10/2011.

Pemda dan DPRD Morowali Harus Bertindak Tegas dan Bijak
Tentunya kita sebagai masyarakat setempat sama-sama menginginkan pemerintah daerah dan DPRD Morowali harus serius memperhatikan permasalahan pertambangan yang terjadi di bumi tepe asa moroso bukan nanti terjadi masalah besar lantas bergerak, karena 2 lembaga eksekutif dan legilslatif ini sangat memiliki wewenang dan peran penting mengawasi keberadaan pertambangan bukan malah memperumit keadaan seperti menutupi keburukan perusahaan atau malah membiarkan perusahaan menyensarahkan rakyat misalkan kasus yang terjadi di Bungku Utara yaitu pencairan dana community development sekitar seminggu setelah penembakan di tiaka.
Dana yang nilainya Rp. 250.000.000,-/tahun  dengan masing-masing 1 KK mendapat Rp. 100.000,- yang pastinya sangat minim dan merugikan rakyat itu cair ketika adanya warga  yang jatuh korban dan sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2007. Ironisnya, seorang pimpinan legislative (Ketua DPRD) malah menjadikan dasar pencairan dana 250juta itu sebagai pembanding terhadap pengunjuk rasa dari perwakilan pemuda Bungku Utara (Forum Aspirasi Masyarakat Bungku Utara “FAMBUT”) yang mendesak Pemda dan DPRD agar menghentikan operasi Perusahaan minyak bumi tersebut. Beliau menyatakan masyarakat setempat aman-aman saja dan tidak mungkin akan menutup tiaka karena sudah dilakukan pencairan dana, padahal nyatanya pencairan dana tersebut tidak disetujui oleh mayoritas masyarakat Bungku Utara yang harus melalui musyawarah sebelumnya utamanya aliansi pemuda dan mahasiswa yang terus melakukan pengkajian dan mencari solusi tepat atas permasalahan tersebut. Belum lagi masyarakat yang menjadi korban tiaka berdarah tersebut (Desa Kolo Bawa-Mamosolato) masih dalam kondisi yang tidak stabil atau dalam keadaan berduka. Sehingganya pemerintah daerah dan DPRD Morowali harus bijak dan tegas menyikapi kasus pertambangan tersebut, karena ini merupakan permasalahan yang serius. Bukan malah sibuk dengan kepentingannya sendiri apalagi Morowali adalah kawasan tempat beroperasinya beberapa perusahaan tambang yang sudah sekitar 10 perusahaan pertambangan besar. Jangan sampai tragedy berdarah yang terjadi di PT. Medco akan terulang lagi.
Pemimpin Harus Loyal Terhadap Kepentingan Rakyat
Penguasa negeri ini harus loyal terhadap kepentingan rakyatnya bukan malah royal terhadap kepentingan sendiri karena pemimpin dipilih oleh rakyat sebagai wakil rakyat untuk menjalankan tugas yang bertanggungjawab, jujur dan amanah terhadap rakyat. Kerana pada dasarnya urusan sumber daya alam (kekayaan bumi) Sebagai sumber hukum tertinggi dari pengusahaan sumber daya alam adalah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Pokok pikiran tersebut selanjutnya dituangkan dalam Pasal 1 UU 11/1967, yang menyatakan bahwa : “Semua bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang merupakan endapan-endapan alam sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Pertambangan Perpektif Kapitalisme Vs Islam
Dalam bidang perminyakan, pada zaman orde baru hampir semua sumur minyak di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing yang merupakan perusahaan multinasional seperti Exxon (melalui Caltex), atlantik Richfield (melalui Arco Indonesia), dan mobil oil. Selebihnya adalah pertamina, baru kemudian muncul belakangan para pengusaha swasta nasional seperti arifin panigoro dengan Medco-nya, Tommy Suharto dengan Humpuss-nya, Ibrahim Risjad, Srikandi Hakim dan Astra Internasional.
Pada masa pemerintahan SBY, kondisinya semakin liberal lagi. Jika pada masa-masa sebelumnya pertamina senantiasa memegang monopoli distribusi minyak di dalam negeri, maka mulai November 2005 pemerintah SBY berencana membuka keran investasi hilir dibidang migas kepada investor swasta dalam negeri maupun asing.
Bila dikaji dalam perpektif agama yakni “Islam” sebagai agama yang mampu mengatasi seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan politik, pemerintahan, ekonomi (yakni pengolahan SDA ; Pertambangan), sosial dan budaya itu harus benar-benar dikaji berdasarkan system peraturan dalam islam secara totalitas. Dalam pandangan islam tidak diperbolehkan menguasai kekayaan alam yang berputar pada individu oleh kaum pemodal (kapitalisasi) apalagi liberalisasi sumber daya alam yang pada implementasinya harus dikelolah oleh Negara (pemerintah) sebagai kepemilikan umum, kemudian disalurkan untuk kesejahteraan rakyat. Itulah yang dicontohkan oleh pemimpin yang agung Rasulullah saw. Sebagai kepala Negara dan juga kepala pemerintahan yang pada saat berpusat di madinah. “Pada saat itu Rasulullah saw. Dengan tegas melarang tambang garam skala raksasa.” Karena islam sangat menjaga masalah pemerataan ekonomi sebagaimana Firman Allah SWT :  “Agar harta tidak hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kalian.” (QS. Al- Hasyr : 7)
Menurut Ulama Besar Syaikh Taqiyuddin an-Nabbani (al Quds, 2002) harta kepemilikan umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya besar  dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu.
Maka dari itu, masyarakat harus jelih melihat kasus pertambangan yang ada seperti yang dilansir oleh Indonesia Corupption Watch (ICW) bahwa kemungkinan ada agenda pengumpulan dana dalam rangka pemilu 2009. Dan Koordinator Bidang Info Publik ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan privatisasi BUMN merupakan sumber dana politik. Ini pula terjadi pada masa pemerintahan Bupati Morowali Andi Muhammad yang diduga penyalahgunaan dana infrastruktur dari PT. Medco. Dan bukan tidak mungkin kasus tersebut akan terulang lagi di kawasan yang terdapat berbagai tambang besar ini. 
Kewajiban penguasa untuk mengatur urusan rakyat disabdakan oleh Nabi Muhammad saw :
“Seorang imam (khalifah/pemimpin) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan dia akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan salah satu hadits “ Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslim, kemudian ia meninggal, sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. al-Bukhari).







Senin, 16 Januari 2012

MOROWALI DI AMBANG POLITIK 2012

Oleh : Nurwali Ismail Sondeng

Mengawal Pemilukada Kabupaten Tepe Asa Moroso 2012 yang tinggal menghitung bulan, para politisi partai dan non partai sudah mulai bermunculan. Mulai dari muka lama sampai muka baru yang tentunya tidak begitu asing bagi Masyarakat Morowali, tampil begitu kharismatik di berbagai media cetak, televisi, sampai penampakan-penampakan di emperan jalan dalam bentuk pasfoto ukuran besar “baliho”. Morowali yang terkenal dengan kawasan terkaya di Provinsi Sulawesi Tengah yang dijuluki kota seribu satu tambang (1001) oleh politisi morowali yang sudah menjabat hampir 5 tahun sebagai kepala daerah dan juga kepala pemerintahan daerah tersebut. Tentunya potensi itulah yang melahirkan inspirasi para calon pemimpin morowali 2012-2017 untuk siap bertarung merebut posisi strategis “menjadi orang nomor 01 di Morowali” pada Pilkada nanti.
Kabupaten yang mengandung hasil bumi begitu melimpah ini ibarat hidangan makanan lezat yang disiap untuk dimangsa, kekayaan dari Allah Sang Maha Pencipta yang dikaruniai untuk seluruh makhlukNya yang selalu bersyukur atas nikmatNya dan mengingat akan kebesaranNya. Bukan penguasa yang serakah untuk memperkaya dirinya sendiri dan para investor serakah yang taunya hanya merampok kekayaan negeri ini. Dengan kandungan kekayaan yang begitu melimpah tentunya menjadikan harapan besar bagi semua orang untuk mewujudkan Kabupaten Morowali jaya, maju dan sejahtera. Begitu banyak keberhasilan yang dicapai selama 4 tahun silam kepemimpinan bupati periode 2007-2012, mulai dari program pendidikan gratis, kesehatan gratis, administrasi gratis dan keberhasilan pembangunan diberbagai bidang.
 Itulah program keberhasilan yang pada saat ini nampak dibenak dan pikiran masyarakat bumi tepe asa moroso. Namun saat ini, kami ingin mempelajari hakikat keberhasilan yang dimaksud. Program Pendidikan gratis yang digembor-gemborkan ternyata diperuntukan hanya untuk sebagian orang yang punya pendekatan dengan pejabat teras pemkab tersebut. Kami inigin mengulas kembali janji politik pada saat kampanye tahun 2007 yang menyatakan akan memfasilitasi asrama permanen mahasiswa morowali ditiap-tiap cabang, program ini benar dibuktikan tapi semata-mata untuk cabang mahasiswa yang dekat dan punya pendekatan yang harmonis dengan pejabat teras pemkab tersebut seperti HIPPERWALI (Cabang Mahasiswa Morowali di Kendari), IPMIM (Cabang Mahasiswa Morowali di Makassar).  Lantas bagaimana dengan cabang mahasiswa lainnya seperti P3MIB Palu, IMKM (Ikatan Mahasiswa Kabupaten Morowali Cabang Luwuk), KEPPMIMOR Gorontalo (Kesatuan Mahasiswa Morowali Cabang Gorontalo) yang sampai saat ini belum mempunyai asrama permanen? Kalau P3MIB Palu dan KEPPMIMOR Gorontalo sudah memilki sekretariat kontrak pertahun tapi IMKM Cabang Luwuk sama sekali belum ada padahal sudah mengajukan permohonan pengadaan sekretariat dan asrama. Kemudian tidak jarang sekolah tingkat menengah diberbagai kecamatan yang dikatakan pendidikan gratis tapi harus memeras habis kantong orang tua siswa yang rata-ratanya berprofesi sebagai petani dan nelayan itu seperti di Kecamatan Bungku Utara yang memungut biaya masuk siswa baru Rp. 380.000 persiswa. Dengan alasan biaya administrasi, biaya pembangunan dan lain sebagainya.
Belum lagi program kesehatan yang dikatakan gratis ternyata masyarakat kecil tidak jarang dipersulit dengan persyaratan-persyaratan administrasi yang diberlakukan. Fasilitas kesehatan belum juga memadai yang ada di beberapa puskesmas kecamatan, operasional kesehatan seperti  ambulans yang lebih banyak difungsikan oleh pejabat puskesmas yang sangat kurang melayani kepentingan umum. Sehingga tidak jarang warga yang sakit parah harus dirujuk ke rumah sakit yang membutuhkan jarak tempuh yang begitu jauh karena terbatasnya pelayanan kesehatan masyarakat yang disediakan.
Kebobrokan sistem diberbagai bidang semakin mencuat, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang terus meresahkan masyarakat. Sebut saja pada tahun 2010 kasus korupsi oleh 2 pejabat dinas keuangan daerah yang merampok uang rakyat sekitar 3 milyar rupiah, kasus kolusi pada tiap tahunnya saat verifikasi database yang juga melibatkan para pejabat utamanya badan kepegawaian daerah (BKD), kasus nepotisme yang begitu marak diperbincangkan karena sangat melanggar prosedural yang ada, seperti halnya pimpinan BKD yang notabenenya pejabat pensiunan asal daerah Sulawesi Selatan. Tidak jarang pula pejabat yang diposisikan di jajaran SKPD  yang  bukan berlatarbelakang profesi  sesuai dengan bidangnya, bahkan ada yang tidak duduk di bangku perkuliahan tapi dapat menjabat diposisi strategis dengan gelar “sarjana ujian meja” atau bahasa sederhananya sarjana gadungan. Padahal keberhasilan kinerja mereka para pejabat akan sangat profesional kalau dilatarbelakangi kejuruan masing-masing sehingga dapat menimalisir praktek kebobrokan sistem tersebut.
Ditambah lagi dengan maraknya kasus pertambangan akhir-akhir ini yang disebabkan dengan kebijakan dan pengawasan pemerintah yang tidak pro rakyat. Izin kuasa pertambangan yang pada tahun 2008 sekitar 100 izin dan meningkat pada tahun 2011 sekitar 200 izin kuasa pertambangan. Jika seorang pejabat kaya berfikir bahwa itu merupakan keberhasilan program agribisnis yang sungguh luar biasa, tentunya filosofinya sangat logis dan rasional. Dimana perhitungannya dengan 200 usaha yang sudah diinvestasikan pasti akan menjadikan kita kaya raya, morowali bisa maju dan sejahtera. Perhitungan tersebut baru biaya administrasi kuasa pertambangan belum termasuk pajak daerah, sistem bagi hasil dan pemberdayaan masyarakat (comdev). Walhasil, kabupaten 1001 tambang ini masih berhutang sekitar 43 milyar rupiah pada saat ini. Karena dengan adanya perusahaan besar di morowali yang beroperasi, begitu banyak skandal pejabat yang menghasilkan kompromi sepihak mulai dari PT. Astra, PT. JOB Pertamina Medco, PT. BDM dan perusahaan lainnya yang sampai saat ini belum jelas sistem bagi hasilnya dan dana perberdayaan masyarakat karena dikabur-kaburkan oleh penguasa penjilat kapitalisme-kolonialisme.
Jika tidak ada perubahan untuk morowali 2012 sudah jelas kabupaten yang dibangga-banggakan dengan potensi kekayaannya tersebut akan dilanda malapetaka yang lebih besar lagi. Kita dapat ilustrasikan kondisi daerah yang memilki kandungan kekayaan melimpah ini ibarat buah semangka masak, kalau berapa tahun silam sudah dimangsa ½nya maka jika dilanjutkan sudah pasti akan dimangsa sampai habis. Dan ibarat baju yang sudah robek, sekalipun ditampal secantik mungkin tapi tetap saja terlihat rusak karena sudah ada bekas tampalannya. Saya tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat morowali bahwa morowali ditengah kepentingan politik 2012 tentunya para kandidat memerlukan dana yang begitu banyak, dari 100an juta rupiah sampai milyaran untuk bertarung menduduki posisi strategis tersebut. []