Oleh : Nurwali Ismail Sondeng
Tidak terasa 2012 kini telah tiba, tahun yang tentunya dinanti-nantikan oleh seluruh Masyarakat Morowali, 5 tahun kepemimpinan pejabat teras kantor Pemkab Tepe Asa Moroso. Pastinya kita semua tau bahwa tahun ini akan dimeriakan kembali pesta demokrasi yang akan menentukan nasib Morowali 5 tahun kedepan yakni pemilihan kepala daerah atau sering dikenal dengan “Pilkada”.
Sedikit mengulas kembali kecamatan Bungku Utara yang notebenenya adalah kawasan bagian Utara Morowali dan juga merupakan salah satu dari 6 kecamatan yang berhasil dimekarkan. Kawasan Bungku Utara merupakan kawasan pesisir dan agraris, sehingga masyarakatnya didominasi petani dan nelayan. Berbicara Bungku Utara pasti tidak asing lagi bagi masyarakat Morowali karena posisi kursi strategis di daerah diperoleh ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD. Belum lagi sosok politisi morowali yang memenangkan pilkada 2007-2012 itu mengklaim keluarganya ada di kampung bumi wana ini yang diutarakan pada saat kampanye 2007 di tengah komunitas rakyat bumi wana “Bungku Utara” atau “Suku Ta”.
Sehingganya alhamdulillah beliau berhasil mendapatkan suara terbanyak pada saat itu karena dengan adanya komitmen pembangunan yang tentunya sangat menjanjikan kecamatan yang sangat tertinggal pembangunannya tersebut. Sampai hari ini Bungku Utara yang merupakan kecamatan tertua di morowali yang memiliki 24 desa kini tinggal menyimpan harapan semata dan hanya menjadi penonton kemajuan kecamatan lainnya seperti petasia, witaponda, bumi raya, bungku barat. Kriteria kecamatan yang seharusnya memiliki infrastruktur yang cukup seperti kecamatan lainnya, itu ternyata tidak dimiliki kecamatan tersebut. Padahal kita juga ketahui di kawasan Bungku Utara terdapat 2 perusahaan yakni PT. JOB Pertamina Medco & Tomori Sulawesi (Pengoboran minyak milik Arifin Penigoro, Pertamina “BUMN” dan Mitsubitshi Corporation) dan PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS milik Hj. Murad).
Sebenarnya apa yang salah di kecamatan bumi wana tersebut ? Apakah sistem pemerintahan atau orang yang menjalankan sistemnya. Sedikit kita pelajari pernyataan dari Bupati Morowali bapak Drs. Anwar Hafid bahwa “Kecamatan Bungku Utara adalah kecamatan yang memiliki alokasi anggaran terbesar di Morowali”. Ini pernyataan yang sangat benar dan rasional karena ketua pembahasan anggaran “DPRD” itu adalah putera daerah Bungku Utara, apalagi diperkuat oleh wakil ketua yang juga putera Bungku Utara. Tapi ironisya, kecamatan Bungku Utara belum memiliki fasilitas yang cukup atau tidak nampak aurah kecamatan yang pada umumnya. Kalau kita amati pembangunan yang ada semua didasari atas asas kepentingan proyek yang memperkaya para pemilik proyek (CV) bukan atas dasar komitmen pembangunan yang utuh.
Pada hakikatnya, adanya anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur di Kecamatan Bungku Utara, seperti pelabuhan penyeberangan di Desa Siliti dan pelabuhan kapal barang di Baturube, tanggul di pesisir Baturube-Uewaju, jembatan penghubung dusun Mayapuria dan Malikawi di desa Baturube, renovasi lapangan bola kaki Baturube, pembukaan persawahan ratusan hektar, dan lain sebagainya, semua merupakan proyek yang dapat diperhitungkan dengan anggaran yang cukup besar dari 100an Juta Rupiah sampai Milyaran. Jadi dapat kita simpulkan bahwa rancangan pembangunan penataan kota di kecamatan bungku utara bukan menjadi program skala prioritas bagi pemerintah dan legislatif daerah seperti perbaikan jalan, pembangunan di sarana pemerintahan. Yang ada motivasi pembangunannya semata-mata mengejar proyek yang dapat menghasilkan keuntungan berlipat-lipat bukan atas asas kepentingan umum “merakyat” dan rencana pembangunan jangka panjang.
Walhasil, karena ulah dari mereka para elit pemborong menyebabkan pembangunan di kecamatan tersebut tidak mengena pada sasaran pembangunan yang ideal. Pemborosan anggaran pembangunan yang sebenarnya dapat diperuntukan secara relefan untuk memenuhi fasilitas umum seperti sarana transportasi, listrik yang memadai, air bersih, sarana roda pendukung perekonomian seperti bank atau minimalnya kantor pos, SPBU atau minimal pertamina mini “skala kecil” untuk kebutuhan bahan bakar masyarakat setempat, itu sama sekali belum diprogramkan.
Sebagai putera daerah kita dapat mengontrol, melakukan pengawasan terhadap janji-janji politik yang sebentar lagi akan digencarkan oleh calon pemimpin morowali yang akan menentukan nasib bungku utara pada khususnya 5 tahun kedepannya. Begitu pentingnya peran aktif seluruh elemen masyarakat, mulai dari kalangan pemuda, pelajar, mahasiswa, petani, nelayan, pemerintah desa dan kecamatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), agar benar dan sungguh berkomitmen untuk menjadikan bungku utara bisah maju dan sejahtera. Siapa saja calon pemimpin morowali yang akan diusung harus berani membuat kontrak politik secara tertulis untuk mengurusi permasalahan yang ada di kecamatan Bungku Utara, seperti penyelesaian konflik pertambangan, konflik lahan perkebunan sawit, pembangunan infrastruktur yang merata, meningkatkan sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan, program kesehatan yang signifikan, penegakan hukum yang adil dan lain sebagainya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar